Senin, 16 Januari 2012

BERSIHKAN RUMAH HATIMU SETIAP HARI

Rumah yang terdapat cinta, kasih-sayang dan kehangatan akan melahirkan pribadi-pribadi yang subur jiwanya. Dalam rumah ini, konsep benar dan salah diperkenalkan kepada anak-anak. Sebuah senyuman perdana berarti ‘ya’ dan kerutan dahi pertanda ‘tidak.’ Maka, anak lekas sadar bahwa ada yang dibolehkan dan yang dilarang, batas-batas, dan norma-norma yang harus ditaati. Melanggar norma-norma itu akan mengganggu pihak lain. Pengalaman awal ini mendasari setiap hati nurani. “Akan tetapi,” menurut DR. Khalil A. Khavari, “anak-anak juga tahu bahwa para pembuat aturan itu sendiri juga kerap melanggarnya. Banyak aturan dapat dengan mudah dielakkan, tanpa pelakunya diganjar hukuman, dan sebagian aturan tersebut tampak bodoh, semena-mena, dan curang. Anak-anak juga belajar bahwa ketaatannya pada aturan tak selalu berbuah hadiah. Dengan proses yang rumit ini, hanya sedikit orang yang membentuk hati nuraninya dengan norma-norma benar-salah yang sangat pribadi.” Dari sebuah rumah, pribadi seorang anak itu tumbuh menjadi “sesuatu.” Rumah adalah pendidikan awal bagi seorang anak manusia sebelum terjun ke belantara dunia. Salah mendidik anak berakibat fatal, sebab bisa jadi sang anak akan tumbuh menjadi manusia yang toleran terhadap penyimpangan tanpa merasa bersalah sedikit pun. Menganggap banyak pelanggaran norma sosial bukan sebagai masalah. Menerobos lampu merah adalah contohnya. Mereka memandang pelanggaran tersebut sebagai bagian wajar dari permainan hidup yang harus dimenangkan. Yang dipikirkan, bagaimana caranya agar tidak tertangkap polisi, atau menyiapkan siasat saat tertangkap. Bagi orang yang sangat meyakini Tuhan dan hukum-hukum-Nya merasa sangat terganggu ketika tahu bahwa dirinya telah melanggar hukum-hukum. Tapi cara yang tepat untuk belajar dari kesalahan masa lalu kita adalah, dengan tidak memikul beban dosa. Melainkan dengan bertaubat dan berjanji pada diri sendiri untuk berusaha sekuat tenaga agar tak melakukan kesalahan yang sama. Kita harus memaafkan diri sendiri, membersihkan papan tulis hidup kita, dan memulai langkah baru. Orang yang subur jiwanya, adalah orang yang senantiasa memelihara “rumah hatinya,” karena pengembaraan jiwa bertemali dengan perjuangan untuk tumbuh dan berkembang. Ia tak bergeming oleh kesedihan, apalagi kegagalan. Malik bin Dinar pernah berkata, “Bila hati tidak lagi merasakan sedih dan gelisah, maka ia telah rusak sebagaimana rumah yang runtuh karena tidak lagi dihuni.” “Karena itu,” menurut al-Hakim at-Tirmidzi, “orang yang mengharapkan turunnya rahmat dari Alah swt sebelum bertaubat bagaikan orang yang tinggal di sebuah rumah yang tidak nyaman karena hawa panas dan lalat. Bila berada di dalam rumah, keringatnya mengucur dan diganggu lalat. Jika hendak duduk, tidur, dan tinggal di rumah tersebut dengan nyaman, pertama-tama ia harus mengeluarkan seluruh potongan kain tak terpakai yang berserakan, bekas makanan yang menjadi sarang lalat. Setelah itu, barulah ia menyiramkan air ke lantai rumah, sehingga hawa dalam menjadi dingin.” Jadi, hal pertama yang mesti Anda lakukan adalah menyapu, karena di dalam rumah terdapat banyak sampah, seperti potongan kain, sisa makanan, dan sisa buah. Jika Anda menginginkan kenyamanan, sapulah rumah Anda dengan sapu yang kasar dilanjutkan dengan sapu halus. Lalu percikkanlah air agar udara dalam rumah menjadi segar, sebab air mengandung kelembaban dan hawa dingin. Anda harus terus-menerus memercikkan air hingga diserap oleh tanah. Ketika tanah telah menyerap air, hawa dingin muncul dan hawa panas lenyap. Lalat pun keluar. Dan Anda akan merasakan kesegaran dan kenyamanan ketika masuk ke dalam rumah. Jika rumah hati Anda ditumpuki oleh sampah syahwat, maka jiwa akan panas bak tungku yang menyala. Kobaran panas hawa nafsunya akan menjalar ke anggota badan Anda; ada kobaran yang sampai ke mata yang mengakibatkan Anda menjadi monster materialistis. Ada yang sampai ke dada, akibatnya hati Anda ternoda, tak lagi bersinar. Dada pun kehilangan cahaya akal yang menerangi, seperti bumi yang kehilangan cahaya mentari. Akhirnya, ‘rumah hati’ Anda menjadi gelap laksana gulita malam. Kobaran syahwat juga sampai ke telinga. Ketika mendengar sesuatu, telinga Anda merasa nikmat. Kenikmatan tersebut mengalir ke jiwa, sehingga asap kenikmatan beterbangan menuju dada. Ada pula kobaran syahwat yang sampai ke lidah, kerongkongan, kemaluan, tangan, dan kaki. Hati tak ubahnya seperti tempat sampah. Di dalamnya terdapat berbagai gejolak syahwat. Perut bagaikan tungku yang terlalu panas, sehingga lama-lama ia meleleh sendiri. Demikianlah perut dengan kobaran syahwat di dalamnya. Bila demikian keadaannya, bagaimana ia akan beruntung? Bagaimana ia menyembah Allah ‘Azza wa Jalla? “Katakanlah: ‘Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah Mengetahui." Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar